logo

Ketua PA Probolinggo Hadiri Upacara beserta Tasyakuran dalam rangka Peringatan HUT Kota Probolinggo ke 665

Ketua Pengadilan Agama Probolinggo, Bapak Ruslan Saleh, S.Ag., M.H. beserta Ketua Dharmayukti Karini Cabang Probolinggo, Ibu Fatmawati Ruslan, menghadiri Apel dan Tasyakuran da
Ketua PA Probolinggo Hadiri Upacara beserta Tasyakuran dalam rangka Peringatan HUT Kota Probolinggo ke 665

Pimpinan dan Aparatur PA Probolinggo Mengikuti Pageralan Wayang Kulit HUT Mahkamah Agung RI ke 79 secara Virtual

Pengadilan Agama Probolinggo kembali mengikuti Pagelaran Wayang Kulit dalam rangka Peringatan HUT Mahkamah Agung RI ke-79 secara virtual pada Sabtu, 31 Agustus 2024. Bertempat
Pimpinan dan Aparatur PA Probolinggo Mengikuti Pageralan Wayang Kulit HUT Mahkamah Agung RI ke 79 secara Virtual

Tindak Lanjut Optimalisasi Layanan Publik Inklusif PA Probolinggo Terima Kunjungan Riset Aksi dari BAPPEDA LITBANG Kota Probolinggo

Para pimpinan yang terdiri dari Ketua (Bapak Ruslan Saleh, S.Ag., M.H.) bersama dengan Wakil Ketua (Bapak H. Achmad Fausi, S.H.I., M.H.), Panitera (Bapak Mohamad Arif Fauzi, S.
Tindak Lanjut Optimalisasi Layanan Publik Inklusif PA Probolinggo Terima Kunjungan Riset Aksi dari BAPPEDA LITBANG Kota Probolinggo

Pimpinan PA Probolinggo Ikuti Sosialisasi dan Simulasi Aplikasi E BINWAS secara Virtual

Bertempat di Ruang Media Center Pengadilan Agama Probolinggo, Ketua Pengadilan Agama Probolinggo (Bapak Ruslan Saleh, S.Ag., M.H.) beserta Wakil Ketua (Bapak H. Achmad Fausi, S
Pimpinan PA Probolinggo Ikuti Sosialisasi dan Simulasi Aplikasi E BINWAS secara Virtual

Ketua beserta Tenaga Teknis Kepaniteraan PA Probolinggo Ikuti Bimtek Hukum Wakaf dalam Putusan Pengadilan

Pengadilan Agama Probolinggo kembali mengikuti Bimbingan Teknis di Lingkungan Peradilan Agama yang diselenggarakan secara daring oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
Ketua beserta Tenaga Teknis Kepaniteraan PA Probolinggo Ikuti Bimtek Hukum Wakaf dalam Putusan Pengadilan

Balnko Gugatan

Blangko Gugatan Yaitu Blanko untuk membuat gugatan atau permohonan secara mendiri

SIPP

Melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), anda akan mengetahui tahapan, status dan riwayat perkara.

Jadwal Sidang

Pengadilan Agama memberikan kemudahan akses informasi jadwal sidang untuk para pihak yang sedang berperkara.

SIWAS

SIWAS adalah aplikasi pengaduan yang disediakan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

e-court

Layanan Pendaftaran Perkara, Taksiran Panjar Biaya Perkara, Pembayaran dan Pemanggilan yang dilakukan Secara Online.

Gugatan Mandiri

Aplikasi Layanan Pembuatan Gugatan/Permohonan secara mandiri (Panduan dapat diakses melalui https://bit.ly/Panduan_Aplikasi)

aco

Aplikasi informasi secara online terkait proses perkara kepada pihak berdasarkan permintaan dari para pihak yang sudah teregister/ terdaftar sebelumnya dan terkoneksi dengan SIPP

elitigasi

covidac

Aplikasi Validasi Akta Cerai untuk memvaliasi keaslian akta cerai yang dikeluarkan Pengadilan Agama Probolinggo

drivethrue

Layanan Pengambilan produk pengadilan secara daring melalui media pesan WA terenscript yang terkoneksi dengan layanan ambil langsung (Drive Thru-APP)

laporsakera

Layanan Antar Produk Pengadilan Sampai Ke Rumah untuk kaum disabilitas yang dikirimkan melalui PT. Pos Indonesia

tapelinggo

Layanan Terpadu Perubahan Status Masyarakat Probolinggo sehingga masyarakat bisa merubah identitas di Pengadilan Agama Probolinggo

pitagawai

Aplikasi Validasi Akta Cerai untuk memvaliasi keaslian akta cerai yang dikeluarkan Pengadilan Agama Probolinggo

sivero

Asisten Virtual Pengadilan Agama Probolinggo adalah aplikasi informasi secara virtual tentang pengadilan agama probolinggo

PSPPRO

Pintu Akses Khusus Pegawai untuk membatasi antara Pegawai dan Para Pihak

Fasum

IKM

IPK

Dipublikasikan oleh admin on . Hits: 79

Intrusi Politik dalam Seleksi Hakim Agung

Oleh Achmad Fauzi

Wakil Ketua Pengadilan Agama Probolinggo

Mahasiswa Program Doktor FIAI UII Yogyakarta

Artikel ini dimuat di Koran Tempo tanggal 8 April 2022

 

Komisi Yudisial menyeleksi calon-calon hakim agung dan hakim ad hoc tindak pidana korupsi yang nantinya dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat. Hakim agung bukanlah jabatan politik yang terikat periodisasi. Tapi residu determinasi kekuasaan politik dalam pengisian jabatan hakim agung bisa mencemari kemurnian hukum.

Menurut teori hukum murni (pure theory of law) yang dicetuskan Hans Kelsen (1881-1973), hukum harus berupaya mensterilkan obyek penjelasannya dari hal ihwal yang tidak bersangkut-paut dengan hukum, termasuk membersihkan hukum dari anasir politik. Bagaimana sebaiknya perekrutan hakim agung dilakukan?

Kewenangan DPR untuk memberikan persetujuan dalam seleksi calon hakim agung menunjukkan betapa intrusi kekuasaan politik telah bertransformasi menjadi forum yang kental akan nuansa politis. Akibatnya, keputusan yang diambil selalu dapat dibaca sebagai bagian dari aktivitas politik yang menyimpang dan mengabaikan prinsip-prinsip meritokrasi (Thohari, 2004).

Tidak dapat dimungkiri bahwa DPR merupakan representasi anggota partai politik yang terfragmentasi ke dalam fraksi-fraksi yang saling berseberangan dalam bingkai koalisi dan oposisi. Persetujuan yang mereka ambil merupakan jelmaan kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling bersaing untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, tidak terkecuali untuk mengamankan perkara korupsi yang hingga kini semakin menggurita dalam lingkup kekuasaan politik.

Akibatnya, calon hakim agung yang memiliki reputasi baik, terampil, mumpuni, dan berintegritas tinggi kandas karena tidak memiliki kedekatan politik di DPR. Hal itulah yang menurunkan animo masyarakat untuk menjadi hakim agung. Begitu pula calon hakim agung yang lulus akan berada di bawah bayang-bayang politik jika persetujuannya didasari politik transaksional.

Alasan lainnya adalah sebagian anggota DPR tidak berlatar belakang hukum. Tapi, dalam menjalankan kewenangan, mereka masih melakukan uji publik terhadap hakim karier yang sudah puluhan tahun malang melintang menangani perkara ataupun hakim non-karier yang berkecimpung di bidang hukum. Praktik ketatanegaraan yang demikian menjadi rancu karena segala etape uji kompetensi, rekam jejak, dan uji kelayakan sudah dilakukan secara komprehensif oleh Komisi Yudisial, yang notabene merupakan lembaga non-politik yang dibentuk konstitusi sebagai penunjang kekuasaan kehakiman.

Jika DPR ditahbiskan sebagai manifestasi dari keterwakilan aspirasi politik rakyat, tentu daulat rakyat mendambakan hakim agung yang disetujui memiliki kompetensi teknis yudisial yang mumpuni, berintegritas tinggi, dan memiliki wawasan hukum yang luas. Menjadi sangat sulit bila tolok ukur, tim penguji, dan bobot substansi uji publik tidak dilakukan oleh tim yang ahli di bidangnya serta independen dari urusan politik. Intrusi kekuasaan politik dalam jangka panjang berimplikasi hukum pada supremasi kemerdekaan personal, kemerdekaan substantif, dan kemerdekaan kolektif kekuasaan kehakiman.

Proses perekrutan dan persetujuan calon hakim agung merupakan hulu dari segala pembicaraan tentang reformasi kekuasaan kehakiman. Jadi, proses perekrutan dan persetujuan hakim agung harus dipastikan steril dari berbagai konflik kepentingan ataupun mekanisme politik yang merongrong kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari (2005) memberikan parameter bahwa merdeka atau tidaknya lembaga kehakiman dapat dilihat dari apakah kekuasaan kehakiman mempunyai ketergantungan terhadap lembaga lain selain dalam urusan mengadili perkara yang memang sudah menjadi tugas dan wewenangnya. Di samping itu, apakah lembaga tersebut mempunyai hubungan hierarkis secara formal sehingga bisa ikut campur dan mempengaruhi kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

Di negara-negara dengan model pemerintahan presidensial dan sistem politik demokrasi seperti Indonesia, efektivitas pelaksanaan prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman cukup problematik ketika relasi tiga cabang kekuasaan negara—eksekutif, legislatif, dan yudikatif—bertemu dalam satu bejana ketatanegaraan. Dalam praktik ketatanegaraan modern, hal ini meniscayakan satu kekuasaan negara tidak bisa terlepas secara mutlak dari kekuasaan lain.

Ketika suatu organ negara memegang kekuasaan secara mutlak tanpa adanya saling kontrol dan saling mengimbangi, hal itu berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Maka, fungsi checks and balances diberlakukan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis berdasarkan hukum. Dalam praktiknya, fungsi itu menyimpan karakter kekuasaan politik yang lebih hegemonik terhadap kekuasaan yudikatif. Setidaknya potret trajektori kekuasaan kehakiman pada tiap rezim yang acap dikooptasi oleh kekuasaan politik menjadi fakta politik yang sulit terbantahkan bahwa kekuasaan eksekutif dan legislatif sangat berpengaruh terhadap kemurnian asas kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif-tidaknya penegakan hukum bergantung pada trigatranya: struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Dengan adanya mekanisme politik dalam pelaksanaan kewenangan untuk menyetujui atau tidak menyetujui calon hakim agung, hal ini berimplikasi hukum pada kemerdekaan kekuasaan kehakiman sehingga struktur, substansi, dan budaya hukum tidak dapat ditegakkan secara ideal.

*Penguatan Komisi Yudisial*

Penguatan wewenang Komisi Yudisial sebagai otoritas tunggal dalam menentukan kelulusan calon hakim agung mutlak dilakukan demi mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dari semesta pengaruh kekuasaan-kekuasaan lain. Pertama, Komisi Yudisial berperan memutus mata rantai persoalan teknis kekuasaan kehakiman yang semula sangat birokratis dan tidak merdeka karena melibatkan banyak cabang kekuasaan. Kedua, kehadiran Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman menjadi instrumen untuk menjauhkan proses perekrutan calon hakim agung dari kepentingan-kepentingan politik.

Pembentukan Komisi Yudisial merupakan “jihad konstitusional” yang bertujuan agar hukum tidak tercemar oleh berbagai anasir di luar hukum. Dengan begitu, hakim agung, dalam menjalankan wewenangnya nanti, tidak terpengaruh oleh bujuk rayu, ancaman, dan intervensi dari pihak lain.

Ide ini merupakan bentuk hukum yang dicita-citakan (ius constituendum) supaya Mahkamah Agung benar-benar menjadi peradilan yang agung. Tentu dibutuhkan politik hukum dari kekuasaan politik untuk meninjau ulang pengaturan dalam pengisian jabatan hakim agung agar lebih berorientasi pada filosofi negara hukum yang menjamin kemurnian prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka.

Hubungi Kami

Pengadilan Agama Probolinggo Kelas IB

Jalan Raya Bromo KM.07 Kota Probolinggo
Probolinggo,
Jawa Timur 67223

(0335) 421736

(031) 4430559

[email protected]
Tabayun ([email protected])



Jam Layanan

Jam Kerja

Senin - Kamis :

Pukul 07.30 - 16.00

Jum'at :

Pukul 07.00 - 16.00

Jam Sidang

Senin - Jumat :

Pukul 08.30 - 15.30

 




banner